Saturday, March 28, 2020

Cara Merilis Paket Node.js Secara Otomatis Bersamaan dengan Rilis pada GitHub

GitHub + NPM
Gambar oleh GitHub.

Dengan membaca artikel ini, Saya menganggap kamu sudah paham mengenai apa dan bagaimana itu NPM dan GitHub.

Pada tanggal 16 Maret 2020 yang lalu, GitHub —yang sebelumnya juga telah berhasil diakuisisi oleh Microsoft— mengumumkan sebuah kabar gembira bahwa NPM memutuskan untuk bergabung dengan GitHub. Dengan mengesampingkan ketidaksukaan Saya terhadap pola-pola modul JavaScript, sejak saat itu Saya mulai menelusuri tentang bagaimana cara melakukan integrasi NPM dengan GitHub. Untuk apa? Untuk membuat aktivitas NPM menjadi serba otomatis menyesuaikan dengan berbagai aktivitas yang Saya lakukan di GitHub.

Karena Saya yang tidak suka dengan NPM namun tidak bisa menghindari kenyataan bahwa beberapa pengguna aplikasi Saya ternyata menginginkan Saya untuk memberikan opsi pemasangan aplikasi melalui NPM, dan karena aktivitas utama koding jarak jauh Saya sekarang hampir seluruhnya berada di GitHub, dan karena dalam lubuk hati Saya yang paling dalam (cie…) sebenarnya Saya tetap saja tidak menyukai konsep pemuatan modul di NPM, pada akhirnya Saya memutuskan untuk keluar dari zona nyaman Saya.

Sebelumnya Saya sudah beberapa kali melakukan rilis paket Node.js secara manual, secara biasa, sesuai dengan prosedur pada situs web dokumentasi NPM, yaitu dengan cara menuliskan perintah npm publish --access public setiap kali Saya sudah siap merilis versi paket yang lebih baru, yang hal tersebut tentu saja memaksa Saya untuk memasang lingkungan Node.js terlebih dahulu di komputer yang sedang Saya pakai, yang kadang hal tersebut menurut Saya agak ribet, karena saat ini Saya masih berada di luar kebutuhan untuk menggunakan Node.js sebagai peladen lokal.

Kemudian Saya mengetahui bahwa NPM sekarang bergabung dengan GitHub. Saya pikir, pasti ada cara tertentu untuk membuat semuanya menjadi serba otomatis. Cara seperti itu pasti ada, dan ternyata memang benar.

Mengenal GitHub Actions

Actions atau Aksi pada GitHub merupakan fitur yang memungkinkan kita untuk mengeksekusi perintah-perintah tertentu secara otomatis setiap kali kita melakukan aktivitas pada GitHub. Cara kerjanya sama dengan kait atau hook pada sistem manajemen konten Mecha dan pendengar acara atau event listener pada JavaScript. Setiap kali kita melakukan aktivitas dorong dan tarik, menulis isu dan komentar misalnya, pada saat itu sebenarnya terdapat kait dengan nama tertentu yang akan dieksekusi oleh GitHub. Dengan memanfaatkan nama kait tersebut, maka kita bisa mengeksekusi perintah yang kita inginkan pada saat kait tersebut dipanggil.

Pada kasus yang sedang kita bahas sekarang, nama kait yang Saya maksud di sini adalah release, dan bentuk aksi yang akan kita lakukan adalah mengeksekusi perintah npm publish pada repositori jarak jauh yang baru saja kita rilis. Namun karena kita tidak memiliki akses kepada peladen Node.js di GitHub, dan karena membuat kait web memerlukan peladen Node.js pribadi untuk menentukan tautan sebagai penerima muatan dari GitHub, maka memanfaatkan fitur Webhooks menjadi tidak mungkin.

Fitur aksi pada GitHub memberikan akses kepada kita untuk memanfaatkan lingkungan peladen yang ada di GitHub dengan cara menuliskan berkas konfigurasi tertentu untuk dijalankan oleh GitHub.

Menu Actions seharusnya sudah ada pada halaman awal repositori masing-masing selama fitur tersebut tidak dinonaktifkan melalui menu Settings. Untuk membuat aksi, klik menu Actions pada repositori yang diinginkan kemudian pilih jenis alur kerja yang akan dipakai, dalam hal ini adalah Node.js:

Memilih alur kerja.
Memilih alur kerja.

Kamu mungkin juga akan melihat opsi Publish Node.js Package di situ yang secara logika seharusnya lebih tepat untuk dipilih. Tapi di sini Saya lebih cenderung ke opsi Node.js karena kedua opsi tersebut pada dasarnya sama. Hanya saja opsi Node.js sifatnya lebih menyeluruh, sedangkan opsi Publish Node.js Package tersedia hanya untuk menangani aktivitas publikasi paket saja. Harapan Saya adalah ketika suatu saat nanti Saya ingin membuat artikel yang sejenis atau terkait dengan implementasi GitHub Actions pada artikel ini, maka Saya hanya tinggal meminta kalian untuk melakukan sedikit perubahan pada pengaturan yang sudah kalian buat di sini.

Setelah mengambil pilihan, kamu akan diminta untuk mengisi formulir yang bertujuan untuk membuat berkas bernama .\.github\workflows\nodejs.yml seperti ini:

Membuat `nodejs.yml`
Membuat berkas konfigurasi.

Hapus semua isinya kemudian ganti dengan ini:

name: Publish

on:
  release:
    types: [published]

jobs:
  build:
    runs-on: ubuntu-latest
    steps:
      - uses: actions/checkout@v1
      - uses: actions/setup-node@v1
        with:
          node-version: 12
          registry-url: https://registry.npmjs.org/
      - run: yarn install
      - run: npm publish --access public
        env:
          NODE_AUTH_TOKEN: ${{secrets.NPM_TOKEN}}

Klik tombol Start commit untuk memulai pembuatan berkas.

Kalau kamu sudah mahir menggunakan aplikasi Git, kamu sebenarnya bisa kok membuat berkas tersebut secara manual pada repositori lokal melalui terminal. Setelah itu, kamu tinggal menjalankan perintah git push untuk menambahkan berkas tersebut ke repositori jarak jauh. Namun karena pada contoh di atas, yang kamu lakukan adalah membuat berkas baru secara langsung melalui repositori jarak jauh, maka kamu perlu melakukan sinkronisasi kembali dengan repositori lokal, dengan cara menjalankan perintah git pull pada terminal untuk memastikan agar kedua repositori tetap berada dalam kondisi dan status yang sama persis.

Pada data konfigurasi di atas, kita bisa sedikit memahami, dimulai dari data yang ini, yang berfungsi untuk menjalankan jobs pada saat kait release dengan tipe published berhasil dipanggil:

on:
  release:
    types: [published]

Perintah publikasi paket berada pada baris ini:

jobs:
  build:
    steps:
      - …
      - …
      - run: npm publish --access public

Variabel ${{secrets.NPM_TOKEN}} berisi token rahasia yang perlu kita buat secara manual melalui dasbor NPM.

Membuat Token Akses untuk Autentikasi

Agar bisa berkomunikasi dengan NPM, kita perlu membuat token rahasia yang berfungsi untuk memberikan akses kepada paket-paket kita di NPM.

Buka tautan https://www.npmjs.com/settings/nama-pengguna/tokens atau klik pada ikon avatar di pojok kanan atas kemudian pilih menu Auth Tokens. Klik pada tombol Create New Token.

Membuat token akses di NPM.
Membuat token akses baru.

Pilih tingkatan akses ke Read and Publish kemudian klik tombol Create Token.

Segera salin token yang sudah berhasil dibuat!

Sampai di sini, sebenarnya kamu bisa mengganti variabel ${{secrets.NPM_TOKEN}} dengan kode token yang baru saja kamu salin. Tapi karena token ini bersifat rahasia dan berfungsi sebagaimana kata kunci yang kita gunakan untuk log masuk, maka ada baiknya jika kita simpan token tersebut ke dalam variabel secrets.NPM_TOKEN di GitHub, sehingga nilainya dapat diakses melalui properti NPM_TOKEN di variabel secrets, namun tidak akan bisa dilihat secara langsung karena sudah tersimpan di tempat yang lain.

Menyimpan Token NPM di GitHub

Untuk menyimpan token rahasia di GitHub, gunakan fitur GitHub Secrets. Pada setiap repositori, fitur ini dapat diakses melalui menu Settings. Buat variabel baru dengan nama NPM_TOKEN kemudian tempelkan kode token yang sudah kamu salin tadi:

Membuat token akses di NPM.
Menyimpan token akses rahasia ke GitHub.

Klik tombol Add secret. Kode token rahasia sudah berhasil disimpan dan tidak akan pernah bisa dibuka lagi. Kamu tidak perlu melakukan perubahan apa-apa pada berkas nodejs.yml yang telah kamu buat sebelumnya.

Sistem rilis paket Node.js otomatis sudah selesai dibuat!


Cara Merilis Paket Node.js Melalui GitHub

Untuk merilis paket dari GitHub ke NPM secara otomatis, kamu hanya perlu membuat item rilis baru di GitHub untuk memicu kait release pada repositori tersebut. Tapi sebelum itu, pastikan properti version di dalam berkas package.json sudah diperbarui:

{
  "name": "@taufik-nurrohman/query-string-parser",
  "description": "Convert URL’s query string into JavaScript object.",
  "version": "1.0.1",
  "main": "q2o.js",
  "repository": {
    "type": "git",
    "url": "git+https://github.com/taufik-nurrohman/query-string-parser.git"
  },
  "author": "Taufik Nurrohman",
  "license": "MIT",
  …
}

Pada halaman formulir rilis baru, tentukan nama label sesuai dengan nilai properti version pada berkas package.json:

Merilis versi baru.
Merilis versi baru.

Nama label ini, setahu Saya tidak ada kaitannya dengan NPM karena NPM hanya akan membaca berkas package.json pada repositori terkait untuk mengecek apakah nilai properti version sudah berubah atau belum. Tapi ada baiknya untuk tetap menyesuaikan nilainya dengan versi paket untuk menjaga konsistensi antara GitHub dengan NPM. Silakan isi judul dan konten rilis sesuka hati untuk memperjelas maksud dan tujuan rilis pada versi tersebut.

Setelah berhasil melakukan rilis pada GitHub, harusnya salinan repositori GitHub tersebut akan secara otomatis dibuat (atau diperbarui jika sudah ada) sebagai paket Node.js di situs web NPM, seperti ini:

Beberapa detik yang lalu.
Lihat keterangan bahwa paket @taufik-nurrohman/query-string-parser baru saja diperbarui beberapa detik yang lalu.

Labels: ,

Thursday, March 19, 2020

Kepada Blogger, Sebelum Kalian Beralih ke Vlog

Vlogger
Gambar oleh Jakob Owens

Saya bukan pelanggan video. Menonton video bagi Saya sangat membuang-buang waktu karena video mengalihkan begitu banyak perhatian. Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa media pertukaran informasi dalam bentuk kombinasi gambar bergerak dan suara ini sudah masuk merambah ke berbagai lingkungan di masyarakat dari segala sisi. Menonton video itu sangat menghibur! Jauh lebih menghibur dibandingkan sekedar membaca teks, melihat gambar dan mendengarkan musik sebagai diri mereka sendiri secara terpisah. Biaya akses internet di Indonesia semakin hari sudah semakin murah saja, bahkan bisa dibilang hampir gratis. Spesifikasi ponsel semakin hari juga semakin tinggi, dengan harga yang semakin terjangkau pula.

Mengakses video setiap hari menjadi seperti tanpa beban. Tapi, sudut pandang kita sebagai penonton telah menutup mata dan telinga kita dari bahasan-bahasan seputar seni dan teknik pembuatan video yang jauh lebih luas. Kita sebagai penikmat video hanya sekadar tahu dari segi hasilnya saja, yang hanya bisa mengambil kesimpulan bahwa video tersebut bagus atau jelek setelah menontonnya, tanpa mau tahu proses pembuatan video tersebut dari awal.

Saya akui bahwa Saya sudah sangat terlambat untuk membahas hal-hal semacam ini karena ketika Saya mengamati video-video yang mereka buat, Saya cek tanggal publikasinya dan kebanyakan dari mereka sudah berada di sana selama satu tahun lebih!

Sempat ada perasaan iri. Ingin rasanya ikut-ikutan beralih ke vlog seperti mereka karena Saya pribadi merasa sangat terhibur dengan hasil-hasil karya yang mereka buat. Tapi melihat dari segi beban kerja penyuntingan, efek grafis dan suara yang mereka lakukan di sana-sini, Saya kok malah jadi merasa minder sendiri ya?

Perasaan minder ini bukan tanpa alasan. Karena, untuk membuat konten video memang Saya akui memerlukan perhatian yang lebih khusus dan waktu pengerjaan yang lebih lama. Mau bagaimana lagi, media dalam bentuk video memang sangat erat kaitannya dengan waktu. Terdapat durasi di dalam video, sesuatu yang tidak akan pernah bisa kalian jumpai pada media berupa tulisan.

Di dalam sebuah video kita bisa menemukan setidaknya tiga buah bentuk media pertukaran informasi sekaligus. Media-media yang Saya maksud di sini adalah media berupa tulisan, gambar dan suara. Bagaimana menggabungkan tulisan, gambar dan suara itulah yang tidak Saya kuasai. Ada semacam unsur seni dan kaidah-kaidah komunikasi visual yang mungkin hanya bisa dipahami oleh mereka-mereka yang mengenyam pendidikan di jurusan Desain Komunikasi Visual secara resmi.

Latar belakang profesi agaknya sangat mempengaruhi kualitas video yang dihasilkan. Sebagaimana kualitas artikel blog para penulis profesional yang akan secara otomatis menjadi bagus karena memang mereka sudah ada pengalaman dalam bidang tersebut. Pada intinya, ilmu dan sumber daya Saya masih belum sampai ke situ.

Punya program kursus atau sekolah jurusan desain komunikasi visual serta bimbingan menulis yang ingin kamu iklankan di sini? Kamu bisa mencoba memasang tautan.

Berikut ini adalah beberapa alasan yang membuat Saya mengurungkan niat untuk berpindah ke vlog karena mau bagaimana lagi untuk membuat vlog itu memang membutuhkan peningkatan ekstra dari berbagai segi. Jadi, untuk sementara ini sepertinya Saya hanya bisa mengambil peran sebagai pengamat saja. Oleh karena itu pendapat-pendapat Saya tentang vlog tentu saja akan terbatas pada sudut pandang Saya sebagai penonton video, bukan sebagai pembuat video.

Dari Segi Kreator

Vlog Butuh Ruang Penyimpanan yang Besar

Hal pertama yang harus menjadi pertimbangan adalah ukuran berkas. Ukuran video itu tidak kecil! Untuk sebuah video seukuran layar ponsel dengan durasi sekitar lima menit saja sudah bisa memakan ruang penyimpanan lebih dari 10 MB. Akan sangat boros ketika kita ingin menyajikan daftar tonton video yang ada melalui situs web yang kita punya. Karena kalau sudah membahas mengenai biaya hosting eksklusif, maka kita tentu akan berurusan dengan kuota ruang penyimpanan dan lebar pita, yang mana itu semua memerlukan biaya sewa yang tidak murah. Bukan hanya itu, jumlah penonton juga akan mempengaruhi besaran biaya sewa. Semakin banyak jumlah penonton yang melihat video kalian, maka akan semakin besar pula beban lebar pita yang ada. Masalah tersebut hanya bisa diatasi dengan meningkatkan kuota, yang mana itu juga akan meningkatkan biaya.

Punya penawaran VPS yang sesuai untuk para vlogger? Coba pasang tautan di sini, atau minta Saya untuk membuatkan sebuah artikel khusus sehingga Saya bisa mengarahkan pembaca ke artikel tersebut melalui tautan di dalam artikel ini.

Masih Tergantung Kepada Platform Tertentu

Karena kendala pada biaya dan beban peladen yang besar, maka sebagai solusinya kita perlu memanfaatkan layanan pihak ke tiga yang memang didedikasikan untuk menyimpan dan memutar media berupa video. YouTube adalah salah satunya. Hanya saja kalian tentu akan terikat dengan kebijakan-kebijakan dari pihak YouTube, sehingga akan sangat tidak sesuai jika kalian termasuk tipe orang yang sensitif dengan faktor privasi. YouTube memang memberikan layanan mereka secara gratis, tapi kamu harus tahu bahwa ada hal-hal di dalam video kamu dan orang-orang yang telah menonton video kamu yang bisa mereka jual untuk menutupi pembiayaan sumber daya dan pajak, salah satu contohnya adalah dengan menjual data statistik kepada para pengiklan.

Sulit Menyunting Video yang Sudah Jadi

Menyunting video yang sudah jadi itu sulit. Masalah-masalah kecil seperti kesalahan eja pada teks-teks yang muncul pada klip-klip tertentu atau efek animasi yang tidak singkron saja bisa memaksa kreator untuk menyunting berkas video mentah yang ada dari awal. Itu membutuhkan waktu yang lama. Kemudian kamu juga harus mengunggah video baru tersebut. Itu juga membutuhkan waktu yang lama.

Sangat berbeda sekali dengan blog yang sebagian besar hanya berisi teks. Menyunting teks itu mudah. Sangat mudah hingga tidak memerlukan banyak waktu untuk melakukannya. Kamu juga tidak perlu menggunakan aplikasi khusus untuk bisa melakukannya. Dalam keadaan yang sangat terbatas, kamu bahkan bisa menggunakan aplikasi catatan bawaan pada ponsel masing-masing. Salah satu contohnya adalah ketika kamu membuat blog dengan sistem manajemen konten Mecha.

Butuh Banyak Senjata

Seminimal-minimalnya kamu harus punya kamera video, sebuah komputer dengan spesifikasi yang cukup untuk melakukan aktivitas penyuntingan video, dan tentu saja beberapa perangkat lunak untuk melakukan penyuntingan video yang telah direkam.

Butuh Kolaborasi

Kamu tidak bisa membuat vlog sendiri. Setidaknya kamu perlu seorang teman untuk memegangi kameramu. Kecuali kalau kamu tidak malu berjalan-jalan sendiri sambil membawa kamera yang mengarah kepada diri sendiri. Ngomong kepada diri sendiri.

Kalau kamu orangnya cantik atau ganteng mungkin masih bisa dimaklumi, tapi kalau kamu orangnya jelek bagaimana? Jelek itu kan tidak bisa dimaklumi…

Butuh Waktu yang Tepat

Dalam banyak kasus, kamu tidak bisa merekam video kegiatan pada saat sedang hujan meteor. Kamu harus benar-benar tahu kapan waktu yang tepat untuk merekam video. Ingin merekam video suasana anak-anak yang sedang belajar di sekolah? Jangan mengambil gambar video di hari kiamat!

Harus Aktif Secara Fisik

Kamu harus aktif secara fisik. Apa saja emosi yang ingin kamu ungkapkan harus kamu tampilkan pada saat itu juga. Hal-hal semacam ini biasanya menjadi sesuatu yang melelahkan karena kondisi kesehatan dan suasana hati akan sangat mempengaruhi kualitas hasil akhirnya nanti.

Harus Sekali Jadi

Misalkan kamu sedang membuat video proses membuka paket dengan bentuk kemasan yang rumit, tapi kemudian kamu sadar bahwa kamu telah salah posisi membuka di awal. Bagaimana cara membatalkannya?

Misalkan kamu sedang membuat video tentang tahap-tahap memasak tapi lupa menambahkan bumbu pada tahap yang ke tiga. Bagaimana cara mengulanginya? Kalau masakanmu gosong, bagaimana cara membatalkannya?

Gagal merobohkan domino secara beruntun? Susun lagi dari awal, rekam lagi!

Mengganggu Masyarakat dan Lingkungan

Jangan asal merekam video. Kamu itu orang awam! Bahkan seorang wartawan yang profesional saja masih tetap perlu meminta izin terlebuh dahulu kepada pihak-pihak yang bersangkutan sebelum merekam lokasi-lokasi tertentu untuk keperluan mereka.

Etika harus tetap dijaga, dan selalu ingat bahwa tujuan kamu merekam video di lingkungan masyarakat adalah untuk mengambil keuntungan dari mereka. Jangan munafik, karena bahkan ketika kamu menyatakan bahwa kamu melakukan semua itu secara sukarela tanpa memperhitungkan keuntungan secara finansial, kamu masih tetap akan mengambil keuntungan berupa trafik dan kesempatan untuk menjadi pusat perhatian.

Coba pikirkan bagaimana caranya supaya masyarakat tidak merasa dimanfaatkan, apalagi dirugikan. Mungkin kamu bisa membayar mereka, atau berdiskusi mengenai keuntungan apa yang dapat kamu berikan kepada mereka melalui video yang kamu buat. Mereka punya sumber daya yang kamu butuhkan untuk video, dan kamu punya penonton untuk menerima pesan-pesan dari mereka. Akan lebih bagus lagi jika kamu menuliskan pesan-pesan pada video yang kamu buat bahwa video tersebut telah disetujui oleh masyarakat. Hal-hal semacam ini dapat meningkatkan kepercayaan para penonton sehingga kualitas video yang kamu buat akan secara otomatis meningkat, bukan dari segi kualitas pengerjaannya tapi dari segi kualitas narasumber di dalamnya.

Akting, Akting, Akting!

Meskipun Saya menyarankan kamu untuk tidak munafik, tapi mau bagaimana lagi untuk bisa membuat video yang menarik, kita memang harus munafik. Dimulai dari pengaturan tata ruang, pencahayaan dan bahkan penampilan fisik menjadi sesuatu yang harus diperhatikan baik-baik. Kamu perlu mandi dan berdandan sebelum merekam video, padahal biasanya kamu jarang mandi. Kamu harus senyum dan semangat di depan kamera padahal biasanya kamu orangnya pesimis dan hobi menulis status-status galau di media sosial.

Tapi hal-hal munafik semacam itu, kalau dapat menjadi kebiasaan sebenarnya akan memberikan dampak yang positif juga pada diri kamu. Jadi saran Saya, kalau kamu sudah bisa dan terbiasa melakukan itu, coba lakukan saja terus-menerus! Itu akan memberikan aura positif kepada orang-orang di sekitar kamu dan mungkin orang-orang akan jadi lebih mudah untuk berinisiatif menyapa kamu karena orang-orang sudah melihat kamu sebagai karakter yang ramah dan optimis melalui video-video yang kamu buat. Respon-respon positif dari orang lain tentu saja akan memberikan efek yang positif juga kepada kamu. Sehingga perlahan-lahan kebiasaan akting kamu akan membentuk pribadi baru yang lebih positif dalam diri kamu, sehingga kelak kamu tidak perlu akting lagi.

Kamu Mungkin Akan Berhenti Menulis

Karena banyaknya sumber daya yang dibutuhkan, waktu pengerjaan yang lama, dan setelah kamu menyadari bahwa menyampaikan gagasan melalui video ternyata jauh lebih menarik, maka hal-hal tersebut mungkin akan membuat kamu perlahan-lahan berhenti menulis.

Dari Segi Penonton

Sulit Meloncat ke Bagian-Bagian yang Penting

Para pengguna YouTube biasanya akan memanfaatkan fitur loncat untuk menandai bagian-bagian yang penting dalam video. Tautan ini bekerja sebagaimana kamu yang memberikan sub-sub judul tambahan di dalam artikel untuk memisahkan antar paragraf yang satu dengan paragraf yang lain. Tapi ini sangat spesifik kepada platform tertentu, karena tidak semua pemutar video daring mampu menyimpan menit-menit tertentu sebagai bookmark.

Tidak Ada Fitur Pencarian

Format berkas video adalah berupa data biner, dan satu-satunya bagian konten di dalam video yang potensial untuk bisa dicari oleh mesin adalah pada bagian suaranya. Namun tanpa mengubahnya menjadi teks, rasanya tetap mustahil untuk melakukan pencarian kata-kata tertentu di dalam video dengan teknologi saat ini. Kecuali jika video kamu memiliki fitur transkrip otomatis, dimana setiap kata di dalam transkrip tersebut memiliki tautan yang akan membawa kamu kepada bagian-bagian tertentu di dalam video.

Membuang-Buang Waktu

Karena sulit untuk meloncat-loncat pada bagian yang penting dan sulit untuk menemukan bagian yang ingin kita cari saja, maka kita perlu menonton video tersebut dari awal sampai pada posisi dimana bagian yang kita cari akhirnya ditemukan. Durasi dalam video akan memakan waktu keseharian kita. Ini berbeda dengan artikel blog yang kebanyakan hanya berupa teks, yang dapat kita pindai ke posisi mana saja yang kita mau tanpa harus membacanya dari awal sampai akhir.

Hasil Tidak Akan Mengkhianati Usaha

Meskipun menyulitkan dari segi pembuatan dan manajemen waktu, tapi hasil yang diperoleh nantinya tentu akan sesuai dengan usaha yang dilakukan. Video sudah bukan lagi menjadi media berdaya besar yang mudah untuk diabaikan karena walau bagaimanapun kita berusaha menolak, tetap saja kita akan membutuhkannya. Video adalah satu-satunya media yang paling mendekati realita dalam kehidupan, sehingga membaurkan video ke dalam kehidupan sehari-hari akan terasa jauh lebih mudah karena bahkan tanpa adanya video di dunia ini, kita sebenarnya telah lama menjadi penonton sejak zaman dahulu kala. Melihat dan mendengar kehidupan menggunakan mata dan telinga, adalah salah satu kegiatan yang paling mendekati dengan aktivitas menonton video, iya kan?

Labels: